• Beranda   >
  • Hari Pers Nasional: Buka Sekolah Jurnalisme Indonesia, Nadiem Makarim: Kita Berkompetisi dengan AI

Hari Pers Nasional: Buka Sekolah Jurnalisme Indonesia, Nadiem Makarim: Kita Berkompetisi dengan AI

img

Hari Pers Nasional: Buka Sekolah Jurnalisme Indonesia, Nadiem Makarim: Kita Berkompetisi dengan AI



BANDUNG - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menyebut dunia jurnalisme saat ini tengah bersaing dengan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. 

Menurut Nadiem, perkembangan teknologi yang ada saat ini bukan alasan untuk menurunkan kualitas jurnalisme di Indonesia.

Hal itu disampaikan Nadiem dalam sambutannya dalam pembukaan Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) Kelas Muda Angkatan pertama, Selasa (6/2/2024) di Aula Gedung PWI Jawa Barat, Jalan Wartawan II, Kota Bandung. Pembukaan SJI perdana pada Februari 2024 dikaitkan dengan rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) pada 9 Februari. 

Dalam momen itu, Nadiem pun berpesan agar para wartawan tetap menjaga kualitas jurnalisme di tengah disrupsi informasi.  Wartawan itu seperti guru yang memberikan edukasi pada publik. Bahkan wartawan melebihi guru, karena karyanya dibaca publik lebih luas. 

Karena itu, Nadiem minta wartawan mengikuti perkembangan teknologi terbaru, karena sudah menjadi tuntutan pekerjaan.

“Tentunya teknologi telah merubah segala aspek daripada sektor jurnalisme. Disruptif kondisinya. Tapi itu bukan alasan untuk menurunkan kualitas jurnalisme. Kita harus berkompetisi dengan AI sekarang. Kita harus berintegritas, berpikiran kritis, kita harus menulis dengan hati nurani, karena itu yang tidak dimiliki oleh mesin kecerdasan buatan,” kata Nadiem yang datang ke Bandung dengan menggunakan kereta api cepat Whoosh Jakarta- Bandung. 

Nadiem pun mengaku sempat dibuat pusing oleh beberapa publikasi berita online yang mengasumsikan bahwa dirinya sebagai pembaca yang sedang mengikuti isu tertentu. Di sisi lain, ia baru membaca isu yang tengah mencuat. Menurut Nadiem, publikasi media The Economist yang menurutnya lebih enak untuk dibaca.

“Itu setiap orang dijelaskan, bahkan orang tekenal pun dijelaskan siapa dia. Seolah-olah pembaca tidak mengetahui hal itu. Itu adalah standar jurnalisme yang perlu diterapkan, sehingga masyarakat pun naik tingkat literasinya. Sekarang misinformasi, disinformasi menjadi sangat rentan di masyarakat, karena tidak ada standar penulisan yang komprehensif dan integritas yang kuat,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch. Bangun menyebut SJI merupakan lanjutan dari program yang sebelumnya sudah digagas tahun 2010. 

Di depan Nadiem Makarim dan PJ Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin bersama sejumlah perwakilan perguruan tinggi ternama di Bandung, jajaran pengurus PWI Jawa Barat yang diketuai H. Hilman Hidayat, serta para siswa SJI, Hendry Ch Bangun mengatakan, SJI merupakan program peningkatan kompetensi dan wawasan yang sesuai dengan perkembangan zaman. 

Di kalangan wartawan, SJI adalah ikon dari PWI yang sudah berjalan sejak lama. “Pada saat itu, pertama kali diadakan di Palembang tahun 2010 dengan pemberi kuliah pertama Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Untuk kali ini, multitasking jurnalisme menjadi andalan silabus SJI. Termasuk berpikir kritis, berwawasan kebangsaan, dan menjaga integritas,” ungkap Hendry yang hadir ke Bandung bersama Sekjen PWI Pusat Sayid Iskandarsyah dan pengurus lainnya.

Menurut Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat Mohammad Nasir, SJI merupakan program pendidikan bagi wartawan anggota PWI yang dilaksanakan secara mobile (keliling) dari provinsi ke provinsi. Tujuannya, untuk mendekatkan SJI dengan para wartawan yang membutuhkan tambahan pengetahuan dan keterampilan jurnalisme terbaru, dengan mempertajam multi-tasking, integritas, kebangsaan, dan critical thinking. 

Sementara itu, Direktur SJI Ahmed Kurnia, menambahkan tentang proses rekrutmen untuk pengajar SJI yang dipilih adalah para wartawan senior yang memiliki jam terbang tinggi. “Selain punya pengalaman, mereka juga punya wisdom yang bisa dibagikan kepada wartawan muda,” katanya.

Pada kesempatan terpisah Zarman Syah, pengajar SJI yang juga peneliti di lembaga internasional UNITAR (United Nation Training and Research) mengatakan, kehadiran SJI sudah tepat pada zamannya. 

“Sekarang ini adanya ancaman terhadap profesionalisme wartawan dengan kehadiran mesin pintar AI. Maka tidak bisa dielakkan lagi kemampuan dan pengetahuan serta keterampilan wartawan harus terus-menerus ditingkatkan,” kata Zarman. 

Setelah pembukaan SJI yang dilakukan Nadiem Makarim, dilanjutkan dengan kuliah kebangsaan yang berikan oleh Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch. Bangun dan kuliah filosofi profesi wartawan oleh Ketua Komisi Pendidikan dan Pelatihan PWI Pusat. (*)