Ucapan Terima Kasih Kepada Mitra Yang Mendukung Suksesnya HPN
PWI Jaya Bersiap Gelar MHT Award 50-2024
PT Pelindo (Persero): Harapkan Wartawan Kompeten Makin Profesional dan Berakhlak
DK PWI: Etika dan Kompetensi Melindungi Profesi Wartawan
Gubernur Kalsel Paman Birin Setuju Porwanas Digelar Agustus 2024
DIALOG CAPRES ANIES BASWEDAN BERSAMA PWI, PERS HARUS HINDARI BERITA PROVOKATIF
Mahasiswa UIN Gus Dur Kuliah Kerja Lapangan ke PWI
Dispora Kukar Gelar Pelatihan Jurnalistik Olahraga dan Uji Kompetensi Wartawan
MENDIKBUDRISTEK NADIEM MAKARIM HARAPKAN SJI BISA DILANJUTKAN TAHUN 2024
PD, PRT, KEJ dan KPW PWI Hasil Kongres Bandung Disosialisasi di PWI Inhu
Wartawan Korea Menggali Isu Politik dan Layanan Perkotaan
H-3 Jalan Santai Tokoh Pers di Bundaran HI, Ketua Panpel: Semua Sudah Siap
UKW PWI Sumut Angkatan 59-60, 6 Orang Belum Kompeten
KEMKOMINFO, DEWAN PERS DAN PWI DUKUNG JURNALISME BERKUALITAS PEMILU 2024
Launching HPN 2024, Jalan Santai Tokoh-tokoh Pers Nasional Di Bundaran HI
Jalin Persaudaraan, Wartawan JAK Kunjungi Bali Post
ANUGERAH PWI 2024, PWI PROVINSI JARING CALON PENERIMA DI DAERAH
Raja Isyam Azwar Jadi Plt Ketua PWI Riau, Zufra Irwan Plt Ketua Dewan Kehormatan
Eksebisi PWI vs Polda Tandai Laga Futsal PWI Lampung dimulai
Turnament Futsal PWI 2023, Semangat Lokal Untuk Prestasi Nasional
PLN Ingatkan Masyarakat Selalu Gunakan Listrik Secara Aman
Menkopolhukam Mahfud MD Dukung Pembangunan Grha Pers Pancasila di Yogyakarta
Sebulan Pascakongres, Ketum dan Sekjen PWI Pusat Dipeusijuek di Aceh
HPN 2024 DI JAKARTA, CERMIN NILAI KEBANGSAAN YANG DIANUT PWI
SJI DIAKTIFKAN LAGI, PWI SIAP GENCARKAN PELATIHAN JURNALISTIK
Hadi Tjahjanto Dukung Penuh Percepatan Sertifikasi Aset PWI di Daerah
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun Canangkan PWI Merah Putih
PWI Bakal Kembalikan Marwah Organisasi
Anggota PWI yang Rangkap sebagai PNS/ASN Harus Mundur
Ketua Umum PWI Pusat Hendry Ch Bangun : Saya Hanya Menjabat Satu Periode
Hendry Ch Bangun umumkan Kepengurusan PWI Periode 2023 – 2028
Pendidikan dan UKW Program Prioritas Kepemimpinan Hendry Ch Bangun
Kisah di Istana: Dari Uang Logam, Celana Jeans hingga Getuk
Bukti PWI Bermartabat, Kongres XXV Berlangsung Damai dan Lancar
Gapki Minta PWI Bantu Industri Sawit
Himbauan Dewan Penasehat PWI Pusat Menjelang Pelaksanaan Kongres PWI 2023
Pemprov DKI Jakarta Sambut Baik HPN 2024
MH Thamrin Award 2023: Konsistensi PWI Jaya Wujudkan Kebebasan Pers di Jakarta
UKW Angkatan 62 PWI Jaya, Mayoritas Kompeten
Anugerah Jurnalistik MH Thamrin Digelar 24 Agustus 2023 di Balai Kota
Ketum PWI Pusat Digelari Omas Pena Setia Jaya Lewat Penggolaran Adat Dayak.
Bupati Hendra Resmi Buka Festival Babukung Tahun 2023
Dewan Pers menggelar UKW di Sulawesi Tenggara
Di Tengah Tahun Politik, Anugerah Kebudayaan PWI Pusat 2024 Kembali Digelar
Ketum PWI Pusat : Kantor PWI Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai simbol perjuangan
KEMENTERIAN PUPR SALURKAN BANTUAN SOSIAL BERSAMA PWI PUSAT
Catatan:
Mohammad Nasir, Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat
SEPERTI
dalam percakapan dengan siapapun, pasti ada kesadaran etika, kesopanan, dan
memilih kata yang pantas untuk diucapkan. Dalam menulis berita juga demikian.
Ada hukum pers dan etika yang harus dibaca dan dijadikan kesadaran ketika
merencanakan liputan, mencari informasi, wawancara, menulis berita, dan ketika
melakukan investigasi.
Hukum pers
dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), serta peraturan terkait pers harus dikuasai
sungguh-sungguh supaya tidak bermasalah ketika berita diterbitkan. Wartawan
muda biasanya enggan mempelajarinya langsung dari sumbernya. Banyak mereka yang
merasa cukup mendengarkan redaktur atau editor mengenai larangan-larangan yang
harus dihindari ketika meliput dan menulis berita. Misalnya,
wartawan tidak boleh menulis nama lengkap tersangka suatu kasus, tidak boleh
menulis dengan memojokkan suatu golongan, suku, dan agama.
Wartawan
harus punya kemauan tinggi untuk mencari sumbernya langsung, bukan sekedar
diberi masukan oleh editor (wartawan madya). Editor seringkali tidak
menjelaskan apa alasan detilnya. Tidak menjelaskan karena alasan klasik:
dikejar deadline.
Kalaupun
tidak sempat menjelaskan kepada wartawan muda saat mengedit berita, setelah
semua pekerjaan redaksi selesai, ajaklah wartawan ngobrol soal tulisannya dan
kode etik jurnalistik. Tunjukkan pasal-pasal KEJ yang menjadi rambu-rambu
menulis berita. Tunjukkan, ajarkan, dan pastikan kepada wartawan muda
tidak melakukan pelanggaran undang-undang pers nomo 40 tahun 1999 tentang pers,
KEJ, P3SPS, dan pedoman pemberitaan terkait pers.
Wartawan
setingkat redaktur dituntut bagaimana memberikan pemahaman, mengarahkan, dan
mengontrol hasil kerja wartawan muda secara sungguh-sungguh. Bukan sambil lalu.
Dalam uji kompetensi wartawan jenjang madya, mereka juga dites untuk
menganalisa berita yang terdapat pelanggaran hukum pers, KEJ, dan pedoman
pemberitaan.
Selanjutnya
wartawan muda harus bisa menunjukkan tulisan karyanya berupa berita yang tidak
melanggar undang-undang tentang pers, KEJ, dan pedoman pemberitaan yang sudah
disahkan oleh Dewan Pers. Sedang wartawan utama atau yang menduduki jabatan
structural antara redaktur pelaksana sampai pemimpin redaksi harus memastikan
KEJ, undang-undang, dan peraturan terkait pers dilaksanakan di medianya.
Wartawan
utama punya kewajiban menciptakan sistem dan mengedukasi bagaimana wartawan
muda dan madya mentaati dan melaksanakannya. Misalnya setiap rapat selalu
menyisihkan waktu untuk membahas dan mengevaluasi pelaksanaan undang-undang
pers, KEJ, dan peraturan terkait pers lainnya. Tujuannya menjadikan hukum pers
sebagai kesadaran pendamping wartawan bekerja.
Dalam uji
kompetensi wartawan, setiap wartawan akan mendapat soal menurut jenjang
masing-masing. Wartawan muda harus tahu pasal-pasal dan peraturan yang menjadi
rambu-rambu menulis berita. Jangan hanya mendengarkan redaktur saja tanpa
membaca sendiri sumber rambu-rambu tersebut.
Baca dan
pastikan di mana pasal-pasal itu berada. Dan, di mana pula pedoman-pedoman
pemberitaan itu berada. Semua sudah disebarluaskan, termasuk dalam jaringan
internet.
Selain
undang-undang tentang pers, dan KEJ yang harus dibaca, wartawan juga harus
mendalami Pedoman Pemberitaan Ramah Anak, Pedoman Pemberitaan Media Siber,
Pedoman Pemberitaan Keberagaman, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program
Siaran (P3SPS) untuk radio dan televisi, Pedoman Pemberitaan Ramah Disabilitas,
Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan, Pedoman hak Jawab,
Penerapan hak tolak dan tanggung jawab hukum dalam perkara jurnalistik.
Setelah
membaca semuanya, wartawan akan menulis berita dengan aman, tidak melanggar
kode etik dan peraturan terkait pers. Wartawan, salah satu profesi yang menjadi
tempat bertanya di masyarakat. Kalau ditanya tentang pers pun bisa menjelaskan.
Ditanya mengenai demokrasi dan kemerdekaan pers juga harus bisa menjelaskan,
karena wartawan bukan hanya berpredikat sebagai buruh industri pers, tetapi
juga penjaga pilar demokrasi keempat.
Lihat
Pasal-Pasal
Kalau
ditanya tentang kemerdekaan pers, demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum,
silakan pasal 2 Undang-Undang No 40
Tahun 1999 tentang pers. Untuk membedakan media dan media pers, karena media
tidak selalu pers lihat pasal 9 di undang-undang yang sama.
Mengenai
perlindungan terhadap pers, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga
negara, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran, dan hak tolak di depan hukum, dapat dibaca di pasal 4
undang-undang tentang pers.
Wartawan juga
wajib memiliki dan mentaati KEJ yang ditetapkan oleh Dewan Pers 14 Maret 2006. Wartawan
Indonesia bersikap independent, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk diatur dalam pasal 1 KEJ.
Apakah
wartawan harus professional? Jelas wartawan harus profesional. Wartawan
menempuh cara-cara profesional dan tugas jurnalistik (Pasal 2 KEJ). Cara
profesional ini antara lain menunjukkan identitas diri kepada narasumber, tidak
melakukan plagiat, tidak menerima suap,
menghasilkan berita faktual dan jelas sumbernya.
Apakah
wartawan boleh menulis berita secara sembarangan karena kebebasannya? Tidak!. Wartawan
harus munguji kebenaran informasi, berimbang, tidak mencampurkan fakta dan
opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah (pasal 3
KEJ). Tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul (Pasal 4
KEJ).
Tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebut
identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan (Pasal 5 KEJ). Yang dimaksud
identitas di sini adalah semua data dan informasi yang menyangkut seseorang
yang memudahkan orang lain melacaknya.
Sebagai
catatan, dalam pasal 5 KEJ yang dimaksud anak adalah berusia16 tahun.
Sementara Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
dinyatakan dengan tegas bahwa anak yang dimaksud adalah berumur 18 tahun. KEJ
yang disepakati 14 Maret 2006 harus tunduk pada undang-undang perlindungan
anak, sehingga KEJ mengikutinya, yaitu yang dimaksud anak adalah berusia 18
tahun.
Kalau
ditanya apakah wartawan boleh menerima suap, atau amplop yang di dalamnya
berisi uang. Sebagai wartawan kompeten akan tegas menjawab “tidak boleh”.
Wartawan tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi (Pasal 6 KEJ). Suap,
segala bentuk pemberian, uang, barang, atau fasilitas yang mempengaruhi
independensi dalam pemberitaan.
Wartawan
juga harus tahu istilah-istilah yang biasa digunakan untuk melindungi
narasumber. Ada istilah hak tolak, embargo, dan off the record (pasal 7 KEJ). Hak
tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya. Istilah embargo juga banyak yang belum dipahami. Embargo
itu penundaan pemberitaan sesuai permintaan narasumber sampai batas waktu
tertentu. Wartawan baru juga harus mengenal istilah off the record (tidak boleh
memberitakan) yang disampaikan oleh narasumber.
Tidak
menulis berita berdasarkan prasangka dan diskriminasi (Pasal 8 KEJ). Wartawan
menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan public (Pasal 9 KEJ).
Soal ralat
dan mencabut berita ada di pasal 10 KEJ. Wartawan Indonesia segera mencabut,
meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Dan, pasal terakhir,
11 membahas pelayanan hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Pedoman
Pemberitaan Media Siber
Ada
sejumlah pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers yang harus
diperhatikan juga oleh wartawan. Salah satunya adalah pedoman pemberitaan media
siber. Pedoman ini dikeluarkan ketika mulai maraknya penerbitan media siber.
Peraturan Dewan Pers ini bernomor 1/Peraturan-DP/III/2012.
Pedoman pemberitaan media siber
sudah banyak dibaca kalangan pers dan pembaca, kerena pedoman ini wajib
dicantumkan di media siber. Masyarakat yang akan memberi komentar juga harus
tahu pedoman ini.
Media siber mempunyai karakter
khusus, berbasis internet, dan masih tetap harus mematuhi undang-undang pers
No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan KEJ, serta pedoman pemberitaan dan
peraturan terkait pers. Pedoman ini membahas juga mengenai verifikasi, menguji
kebenaran informasi yang akan menjadi bahan berita, dan keberimbangan
berita.
Apabila berita belum cukup
lengkap, media harus menjelaskan kepada pembaca bahwa berita yang sudah dimuat
itu masih memerlukan verifikasi lebih lanjut, dan akan diupayakan secepatnya.
Penjelasan dimuat di bagian akhir berita, di dalam kurung dan menggunakan huruf
miring.
Dalam pedoman ini juga disebutkan
tentang isi buatan pengguna (user generated content), pedoman ralat, koreksi,
dan hak jawab, pencabutan berita, iklan, hak cipta, pencantuman pedoman, dan
sengketa pemberitaan.
“Berita
yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari
pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah SARA, kesusilaan, masa depan anak,
pengalaman traumatic korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang
ditetapkan Dewan Pers,” demikian salah satu butir pedoman pencabutan
berita.
Pencabutan
berita wajib disertai alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik. Media
siber lain juga wajib mengikuti pencabutan kutipan berita dari media asal yang
telah dicabut.
Pedoman
Pemberitaan Isu Keberagaman
Dewan Pers
mengeluarkan peraturan No. 02/Peraturan DP/XI/2022 tentang Pedoman Pemberitaan
Isu Keberagaman. Semangatnya menghormati hak asasi manusia, setiap orang
memiliki hak yang sama, hak bersuara, berpendapat, setara dengan yang lain.
Wartawan dituntut menghormati keberagaman sejak dari merencanakan liputan,
memilih narasumber yang kompeten, sampai pemberitaan. Dalam menulis berita,
wartawan juga diminta tidak memilih kata-kata yang mengandung kebencian, dan
memberi atribusi narasumber yang sesuai, tidak merendahkan.
Dasar
pemberitaan keberagaman, wartawan menjunjung tinggi konstitusi dengan
menggunakan prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM) dan gender. Dalam konteks
keberagaman wartawan juga harus mentaati KEJ, serta mengutamakan kemanusiaan
dengan memperhatikan kelompok rentan, disabilitas, orang pada wilayah tertentu,
dan orang dengan kondisi tertentu.
Dalam
pemilihan topik liputan, wartawan mempelajari latar belakang peristiwa terkait
dengan isu keberagaman, dan memiliki sensitivitas, mempertimbangkan dampak yang
mungkin terjadi ketika memberitakan isu keberagaman.
Pedoman
Pemberitaan Ramah Disabilitas
Dewan Pers juga
telah mengeluarkan peraturan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pedoman Pemberitaan
Ramah Disabilitas. Pedoman ini menuntun para wartawan berempati dalam memilih
kata-kata dalam pemberitaan. Ada sejumlah terminologi yang tepat terkait
pemberitaan penyandang disabilitas. Wartawan juga bisa bertanya kepada subyek
penyandang disabilitas terkait kalimat yang akan digunakan dalam
pemberitaan/menulis berita.
Hindari
penggunaan kata/kalimat:
Pers
Penyiaran
Penting
diketahui pula tentang apa saja larangan yang tertuang dalam Undang-Undang No
32 Tahun 2022 tentang Penyiaran. Ini penting bagi wartawan radio dan televisi.
Ada bagian
yang sama rambu-rambu larangannya dengan media
cetak dan siber. Tetapi juga ada sejumlah perbedaan karena cara kerjanya
berbeda.
Hal yang sama bisa kita lihat di pasal
36 undang-undang penyiaran. Persisnya di ayat (5) dinyatakan, isi siaran
dilarang: Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong, menonjolkan
unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan
terlarang, mempertentangkan suku, agama, ras dan antar golongan. Ayat (6)
isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan
nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan
internasional.
Pelanggar dua ayat pasal 36
tersebut, dipidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 1000.000.000 (satu miliar rupiah) untuk penyiaran radio. Sedang penyiaran
televisi dikenakan Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) atau pidana
penjara paling lama lima tahun.
Sedang yang
berbeda, wartawan penyiaran (radio dan televisi) juga harus mematuhi peraturan
Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) atau kalua
digabung menjadi P3SPS, seperti diatur dalam pasal 7, ayat (2) UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam
ringkasan presentasi Ahli Pers Dewan Pers Kamsul Hasan, dapat ditelusuri pasal
per pasal sehingga wartawan penyiaran paham betul. Dalam P3, wartawan penyiaran
wajib baca pasal 22 Pedoman Perilaku Penyiaran, pasal 23 pencegatan atau
wawancara cegat/door step, pasal 24 peliputan terorisme, pasal 25 peliputan
bencana, pasal 26 perekam tersembunyi, pasal 27 penjelasan kepada narasumber,
pasal 28 persetujuan narasumber, pasal 29 anak sebagai narasumber, pasal 30 hak
menolak narasumber, pasal 31 identitas narasumber wawancara, 32 perekam
tersembunyi non jurnalistik, pasal 33 dan 34 sumber informasi dan hak siar,
pasal 35 pewawancara.
Prinsip
Jurnalistik Standar Program Siaran (SPS), pasal 40 standar program siaran,
pasal 41 reka ulang, pasal 42 gambar dokumentasi, pasal 43 muatan kekerasan dan
kejahatan, penyamaran terduga pekerja seks komersial, pasal 45 peliputan
terorisme, 46, 47, dan 48 peliputan sidang dan kasus hukum, pasal 49, 50, dan 51 peliputan bencana, pasal
52 peran serta masyarakat.
Perlindungan
Profesi Wartawan
Apa yang
dimaksud dengan perlindungan hukum? Pasal 8 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers
menyatakan, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.
Yang dimaksud perlindungan hukum adalah jaminan perlindungan pemerintah dan
atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan
peranannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagaimana
kalau terjadi sengketa pemberitaan pers? Pers yang bekerja untuk kepentingan
umum, keadilan, demokrasi, serta supremasi hukum mendapat perlindungan.
Perlindungan
itu antara lain nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU)
antara Dewan Pers dan Kepala Kepolisian RI tahun 2017. MoU ini tentang
koordinasi dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait
penyalahgunaan profesi wartawan. Inti dari MoU ini, pihak kepolisian akan minta
pendapat kepada Dewan Pers apabila menangai sengketa pers akibat
pemberitaan.
Salah satu
bentuk perlindungan lainnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 13
Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli. SEMA ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri untuk meminta keterangan dari seorang saksi
ahli di bidang pers ketika pengadilan menangani perkara sengketa pers. Ahli
pers yang dimaksud adalah ahli dari Dewan Pers atau yang ditunjuk Dewan
Pers. (*)
+62.21.345.3131, 386.2041
Gedung Dewan Pers Lantai IV, Jalan Kebon Sirih 34, Jakarta Pusat 10110, Indonesia
© Copyright 2023. PWI. All Right Reserved.